AGAMA,
EKSKOMUNIKASI, DAN PROBLEM PENYESATAN
(Sebuah Ikhtiar
Mengarifi Perbedaan dalam Kehidupan Beragama)
Hakikat ukhuwah adalah
keniscayaan. Toleransi dalam arti sempit yaitu membiarkan,tidak menggangu. Ini
adalah toleransi pasif . Kemudian toleransi yang bersifat aktif yaitu dukungan,
penghargaandan bantuan kepada orang lain.
Hampir setiap agama menghadapi problem yang
kurang lebih sama yaitu persoalan “ekskomunikasi”. Yang artinya mengeluarkan
seseorang dari komunitas. Istilah ini lazim dipakai di kalangan kristen.
Setiap agama
selalu menetapkan standar, kriteria, batas, norma, dan sebagainya.
Jika
seseorang menaati norma dan batas itu, ia akan dianggap berada dalam komunitas.
Sebaliknya, jika ia membangkang terhadap norma itu, dan menolak untuk
bertaubat, maka ia dianggap “keluar”.
Padahal doktrin toleransi sudah
menjelaskan bahwa tidak ada paksaan dalam agama, yang terwujud dalam penggalan
ayat dalam Al-Qur’an, yang berbunyi “ la ikraha fi al-din”. Dalam penggalan
ayat tersebut di jelaskan bahwa tidak ada paksaan dalam beragama. Terlebih
dalam tataran normatif, pluralitas keberagamaan yang ditegaskan dalam Q.S
Al- kafirun dan Q.S Al-Kahfi:29.
Sebagai agama universal, islam
tentu memiliki konsepsi yang jelas tentang pola interaksi dengan umat
lain,bahkan secara empiris pernah mewujudkan perdamaian di tengah-tengah pluralisme
suku, budaya, dan agama di madinah, yaitu dengan disepakatinya nota kesepahaman
antara nabi muhamad SAW dengan sejumlah elemen masyarakat madinah yang tertuang
dalam Piagam Madinah (mitsaq al-madinah).
Ironisnya, di Indonesia gejala intoleransi
sedang memperlihatkan peningkatannya. Yang lebih menyedihkan disertai dengan
tindakan kekerasan seperti yang terjadi dalam insiden Monas pada 01 juni 2008
lalu, yang melibatkan dua kelompok islam yang berbeda pandangan soal Ahmadinah.
Peristiwa ini adalah gejala sosial keagamaan yang disebabkan oleh sejumlah
faktor yang saling berkait-kaitan. Ada faktor yang sifatnya politik, ekonomi,
dan budaya.
Mengarifi perbedaan dengan
kompromi sangatlah di perlukan dalam kondisi pluralisme suku, budaya, dan agama
di indonesia. Penafsiran yang salah dalam memahami Al-Qur’an mengakibatkan
permasalahan yang besar, misalnya istilah jihad disamakan dengan “holy war”
yang berasal dari konsep perang salib pada waktu orang kristen merebut kota
Yerusalem. Dalam Al-Qur’an istilah jihad tidak sama dengan perang. Dalam perang
tidak dibenarkan untuk menyerang lebih dahulu, tetapi harus bertahan. Yang
dijelaskan dalam Q.S Al-Baqoroh:190 serta tidak melampaui batas dalam perang.
Sesungguhnya, perang hanya digunakan untuk menghindari umat islam dari
fitnah(Q.S Al-Baqoroh:193).
Praktek toleransi yang benar
adalah sesuatu yang menjadi keinginan dari semua manusia di bumi ini, dengan
toleransi maka hak dan kewajiban mereka akan terjamin. Praktek toleransi pernah
dibuktikan secara empiris oleh nabi muhamad SAW, ketika peristiwa pembebasan
kota mekkah(fatkhul makkah), yang memberikan kebebasan kepada semua warga
mekkah dan tidak adanya pertumpahan darah dalam peristiwa itu. Peristiwa lain
yang mengedepankan toleransi adalah peristiwa penaklukan Kota Yerusallem, yang
dipimpin oleh Umar Bin Khottob, yang memberi jaminan kebebasan dan larangan
bagi pasukannya untuk merusak lambang agama, gereja, dan sebagainya.
Akar masalah konflik tersebut
adalah pendapat tunggal, minimnya wawasan keagamaan,dan faktor kepentingan
non-agama yang meliputi: ekonomi,politik,sosial,budaya, dan sebagainya.
Seluruh konflik tersebut dapat
dihindari, jika semua manusia melakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Menghargai
pendapat orang lain
Menghormati dan memperhitungkan
pendapat orang lain yang bersifat ijtihadiyyah, adalah sebagai jembatan untuk
mendekatkan jarak dan mengurangi tajamnya perselisihan.
2. Berbaik
sangka terhadap pendapat orang lain
Asumsi dasar dari ajaran ini adalah tidak
ada satu kelompok pun yang akan memonopoli kebenaran (selalu benar), dan
sebaliknya tidak ada satu kelompok pun yang selalu memonopoli kesalahan.
3. Menilai
seseorang dengan kebenaran
Menilai seseorang diukur berdasarkan
kebenaran apa yang disampaikan.
4. Sikap
insaf(fair) dalam menelaah pikiran orang lain
Setiap pendapat seseorang mengandung
kemungkinan benar dan salah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar