"Maka Nikmat Tuhanmu yang Manakah yang Kamu Dustakan?" [Surat Ar-Rahman : 13]

Jumat, 11 Oktober 2013

Kehidupan Beragama


AGAMA, EKSKOMUNIKASI, DAN PROBLEM PENYESATAN
(Sebuah Ikhtiar Mengarifi Perbedaan dalam Kehidupan Beragama)

               Hakikat ukhuwah adalah keniscayaan. Toleransi dalam arti sempit yaitu membiarkan,tidak menggangu. Ini adalah toleransi pasif . Kemudian toleransi yang bersifat aktif yaitu dukungan, penghargaandan bantuan kepada orang lain.
 Hampir setiap agama menghadapi problem yang kurang lebih sama yaitu persoalan “ekskomunikasi”. Yang artinya mengeluarkan seseorang dari komunitas. Istilah ini lazim dipakai di kalangan kristen.
Setiap agama selalu menetapkan standar, kriteria, batas, norma, dan sebagainya.
Jika seseorang menaati norma dan batas itu, ia akan dianggap berada dalam komunitas. Sebaliknya, jika ia membangkang terhadap norma itu, dan menolak untuk bertaubat, maka ia dianggap “keluar”.
              Padahal doktrin toleransi sudah menjelaskan bahwa tidak ada paksaan dalam agama, yang terwujud dalam penggalan ayat dalam Al-Qur’an, yang berbunyi “ la ikraha fi al-din”. Dalam penggalan ayat tersebut di jelaskan bahwa tidak ada paksaan dalam beragama. Terlebih dalam tataran normatif, pluralitas keberagamaan yang ditegaskan dalam Q.S Al-  kafirun dan Q.S Al-Kahfi:29.
              Sebagai agama universal, islam tentu memiliki konsepsi yang jelas tentang pola interaksi dengan umat lain,bahkan secara empiris pernah mewujudkan perdamaian di tengah-tengah pluralisme suku, budaya, dan agama di madinah, yaitu dengan disepakatinya nota kesepahaman antara nabi muhamad SAW dengan sejumlah elemen masyarakat madinah yang tertuang dalam Piagam Madinah (mitsaq al-madinah).
              Ironisnya, di Indonesia gejala intoleransi sedang memperlihatkan peningkatannya. Yang lebih menyedihkan disertai dengan tindakan kekerasan seperti yang terjadi dalam insiden Monas pada 01 juni 2008 lalu, yang melibatkan dua kelompok islam yang berbeda pandangan soal Ahmadinah. Peristiwa ini adalah gejala sosial keagamaan yang disebabkan oleh sejumlah faktor yang saling berkait-kaitan. Ada faktor yang sifatnya politik, ekonomi, dan budaya.
             Mengarifi perbedaan dengan kompromi sangatlah di perlukan dalam kondisi pluralisme suku, budaya, dan agama di indonesia. Penafsiran yang salah dalam memahami Al-Qur’an mengakibatkan permasalahan yang besar, misalnya istilah jihad disamakan dengan “holy war” yang berasal dari konsep perang salib pada waktu orang kristen merebut kota Yerusalem. Dalam Al-Qur’an istilah jihad tidak sama dengan perang. Dalam perang tidak dibenarkan untuk menyerang lebih dahulu, tetapi harus bertahan. Yang dijelaskan dalam Q.S Al-Baqoroh:190 serta tidak melampaui batas dalam perang. Sesungguhnya, perang hanya digunakan untuk menghindari umat islam dari fitnah(Q.S Al-Baqoroh:193).
             Praktek toleransi yang benar adalah sesuatu yang menjadi keinginan dari semua manusia di bumi ini, dengan toleransi maka hak dan kewajiban mereka akan terjamin. Praktek toleransi pernah dibuktikan secara empiris oleh nabi muhamad SAW, ketika peristiwa pembebasan kota mekkah(fatkhul makkah), yang memberikan kebebasan kepada semua warga mekkah dan tidak adanya pertumpahan darah dalam peristiwa itu. Peristiwa lain yang mengedepankan toleransi adalah peristiwa penaklukan Kota Yerusallem, yang dipimpin oleh Umar Bin Khottob, yang memberi jaminan kebebasan dan larangan bagi pasukannya untuk merusak lambang agama, gereja, dan sebagainya.
             Akar masalah konflik tersebut adalah pendapat tunggal, minimnya wawasan keagamaan,dan faktor kepentingan non-agama yang meliputi: ekonomi,politik,sosial,budaya, dan sebagainya.
             Seluruh konflik tersebut dapat dihindari, jika semua manusia melakukan hal-hal sebagai berikut:
1.      Menghargai pendapat orang lain
          Menghormati dan memperhitungkan pendapat orang lain yang bersifat ijtihadiyyah, adalah sebagai jembatan untuk mendekatkan jarak dan mengurangi tajamnya perselisihan.
2.      Berbaik sangka terhadap pendapat orang lain
          Asumsi dasar dari ajaran ini adalah tidak ada satu kelompok pun yang akan memonopoli kebenaran (selalu benar), dan sebaliknya tidak ada satu kelompok pun yang selalu memonopoli kesalahan.
3.      Menilai seseorang dengan kebenaran
          Menilai seseorang diukur berdasarkan kebenaran apa yang disampaikan.
4.      Sikap insaf(fair) dalam menelaah pikiran orang lain
          Setiap pendapat seseorang mengandung kemungkinan benar dan salah.

       

Tidak ada komentar:

Posting Komentar